FRIENDSHIP
“Tiiing….Tiiing…Tiiing...”
terdengar suara alarm yang membangunkanku dari tidurku. Kulirik jam yang ada di
dinding kamarku yang menunjukkan pukul 06.00 WITA. Suara kendaraan juga sudah mulai terdengar
lalu-lalang di jalan. Aku buka jendela kamarku. Kufokuskan pandanganku pada
matahari yang perlahan-lahan muncul dari barat dengan silaunya,, yang
memancarkan suatu keajaiban dan telah megubah langit yang tanpak gelap menjadi
lebih cerah.
Matahari
tersebut seakan-akan menyapaku dan memberikan kehangatan di pagi ini. Angin
yang bertiup sepoi-sepoi seakan-akan membisikkan puisi yang indah di telingaku.
Pepohonan di halaman juga seakan-akan menyanyikan lagu yang merdu untukku.
Namaku Lani
Meliza Putri. Biasa dipanggil Lani. Umur aku 16 tahun. Hari ini merupakan hari
pertamaku sekolah di SMA NUSA WIJAYA. Sekolah baruku ini merupakan salah satu
sekolah yang terkemuka di Makassar. Aku bergegas mandi dan berpakaian rapi.
Make-Up dengan bedak tipis dan pake Lip-Ice yang buat bibirku Gag kering.
Kusisir rambut hitamku yang panjang dengan rapi,, agar kelihatan lebih manis.
Dan kupakai Sepatu hitam kesayanganku.
”Wahh….
Lumayan manis …” Pujiku sambil
meperhatikan pantulan gambar diriku dicermin dengan senyum tipis. Aku berlalu
meninggalkan kamar dan segera mencari sosok mamaku.“Ma… Lani berangkat dulu
yah…”Teriakku mencari sosok keberadaan mamaku. “Iya.. hati-hati yah nak…Kamu
berangkat sana,, mama lagi Sibuk di dapur”…Jawab mama. Akupun segera berangkat
tanpa menemukan sosok mamaku.
Aku berjalan
tergesa-gesa menuju mading sekolah. Di sekitar mading sudah terlihat beberapa
anak baru yang berkerumunan dan sedang mencari-cari namanya. Aku bergabung
dengan kerumunan tersebut,, dan kucari namaku di beberapa lembar kertas yang
tertempel di mading. “nah ini dia,, Kelas X5”,, seruku ketika kulihat namaku
tertera di salah satu kertas yang berisi nama-nama siswa kelas X5.
Aku berjalan
mengelilingi sekolah sekaligus mencari kelasku. Tak sabar ingin merasakan
belajar di sekolah yang kata orang sangat populer ini. Tiba-tiba Mataku tertuju
ke salah satu ruangan yang berada tepat di samping kantin. Tidak salah lagi,,
ruangan tersebut adalah kelas X5,, yang merupakan kelas baruku.
Tanpa pikir panjang,,
Aku segera masuk ke kelas dan mencari bangku kosong. Tiba-tiba mataku tertuju
pada bangku di bagian kedua. Aku segera menyimpan tas beserta buku-bukuku di
meja tersebut. Kulihat bangku disampingku sudah diisi oleh seorang gadis cantik
dengan rambut panjangnya yang agak kemerah-merahan.
Beberapa menit
kemudian,, semua anak X5 sudah berkumpul di kelas. Aku pun mulai menyapa gadis
cantik di sebelahku yang sedari tadi sedang asyik membaca novel. “Hai… namaku Lani”, sambil mengulurkan
tanganku pertanda salam perkenalan. “Aku Dira”, katanya sambil tersenyum tipis
dan membalas mengulurkan tangannya. Tiba-tiba seorang wanita separuh baya
dengan kemeja merah dan jilbab merahnya memasuki ruangan kami. Tidak salah
lagi,, ini pasti wali kelasku.
5 Bulan telah
berlalu,, persahabatanku dengan Dira pun semakin akrab. Walaupun persahabatan
kami baru berumur 5 bulan,, tapi kami merasa persahabatan kami sudah terjalin
selama beberapa tahun. Sejak mengenal Dira,, di kamusku nggak ada lagi kata
sedih. Dira yang selalu ceria,, mengajarkanku untuk selalu tertawa dan
melupakan semua kesedihan.
Suatu hari,,
aku melihat sikap Dira berbeda dari biasanya. Dia berjalan menuju kelas dengan
langkah sempoyongan. Wajahnya tampak pucat. Kantung matanya terlihat cekung
dengan rambut yang dibiarkan kering dan tergerai kusut. Sepanjang perjalanan
dia hanya menunduk dan tak menoleh sambil berusaha menyembunyikan wajahnya yang
memucat.
“Dir… kmu
kenapa..?” Tanyaku. “Nggak apa-apa kok,, cuman aku kelelahan saja”, jawabnya
sambil terus membaca novelnya. Aku mencoba menghiburnya,, dan membujuknya untuk
menceritakan masalahnya. Tapi hasilnya nihil,, dia tetap diam membisu sampai
akhirnya pelajaran dimulai.
“Teeng… Teeng…”
Suara bel istirhat. Semua siswa pun langsung menuju kantin yang berada di sebelah
kelasku. Sekarang,, yang tersisa hanya aku dan Dira. Aku masih heran dengan tingkah
laku Dira hari ini. Aku terus memandanginya,, mencoba menerka-nerka kejadian
apa yang menimpanya semalam sampai-sampai sikapnya berubah drastis kayak
begini. “Sampai kapan kamu pelototin aku kayak begitu?” Selanya sambil
memandang sinis ke arahku. “Ra… kamu kenapa sih.. hari ini kamu kelihatan
sangat aneh. kalau kamu punya masalah,, jangan disimpan sendiri dong”, bujukku.
“Sudahlah Lan… kamu juga nggak akan pernah mengerti masalahku”, jawabnya sambil
berlalu dari hadapanku.
Esoknya,,
sikap Dira makin bertambah aneh. Dira si ceria kini berubah menjadi Dira yang
pemurung. Aku makin bingung dengan sifat Dira yang semakin menjadi-jadi.
Sepulang sekolah,, akupun berniat mengikuti Dira. Tapi ditengah jalan,, aku
kehilangan jejaknya. Dia menghilang kayak hantu. Aku pun memutuskan untuk ke
rumah Dira,, siapa tahu Dira sudah pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah
Dira,, pembantu Dira (mbok Ati) membukakan pintu untukku. “Mbok… Diranya
Ada..?” tanyaku. “Non Dira belum pulang. Beberapa hari ini,, dia sering pulang
malam non”, jelas Mbok Ati.
Aku kaget
mendengar penjelasan Mbok Ati. Nggak biasanya Dira seperti ini. Esoknya,, aku
berencana untuk menanyakan hal ini sama Dira. Aku berusaha datang sepagi
mungkin. Satu-persatu teman kelasku berdatangan. Tapi,, Dira tak kunjung tiba.
Kulirik jam di tanganku,, sudah menunjukkan pukul 07.10. Semua siswa X5 sudah
datang,, kecuali Dira. Aku tambah cemas. Sampai pelajaran dimulai pun batang
hidung Dira tak juga terlihat.
Sudah seminggu
ini aku nggak mendengar kabar dari Dira. Sudah seminggu dia nggak masuk
sekolah. Aku sudah berkali-kali menghubungi teleponnya,, tapi tetap nggak
aktif. “Dira.. kamu kemana sih”, batinku. Aku semakin khawatir dengan keadaan
Dira. Ada firasat buruk yang aku rasakan.
Malam ini aku
ingin mencari udara segar,, menghilangkan stress karena Dira yang menghilang
tanpa kabar. Aku berjalan
mengelilingi kompleks. Di ujung kompleks,, tiba-tiba aku melihat beberapa berandalan
sedang berpesta dengan meminum minuman keras. Aku segera berniat pulang
kerumah,, sebelum dilihat oleh anak-anak berandal ini. Tapi langkahku terhenti
seketika,, ketika kulihat sosok salah satu gadis mereka.
Betapa
kagetnya aku,, setelah aku tahu gadis tersebut adalah Dira sahabatku. Aku
mencoba memejamkan mataku sejenak,, dan berharap yang kulihat ini hanyalah
alusinasi karena kekangenanku sama Dira. Perlahan-lahan,, aku membuka mataku
kembali. Tapi ini benar-benar nyata,, dia benar-benar Dira.
Kuberanikan diriku mendekati mereka dan
meminta penjelasan Dira. Seketika aku melihat ekspresi Dira berubah. Sebelum
mendapatkan penjelasan darinya,, dia sudah terlebih dahulu memaki-makiku dan mengusirku
dari tempat itu. Tatapannya sangat sinis,, sehingga membuatku ketakutan. Aku
segera berlari sekencang-kencangnya,, dan menjauh dari mereka. Air mataku jatuh
perlahan-lahan. Aku tak percaya Dira bisa sekasar itu kepadaku.
Dua hari
kemudian,, kulihat Dira sudah masuk sekolah lagi. Tapi,, perbuatannya malam itu
masih terus terngiang-ngiang di kepalaku. Hari ini,, aku mencoba untuk menjauh
dari Dira. Selama pelajaran berlangsung,, kami tidak saling bicara. Tapi yang
membuatku heran,, sikapnya sudah kembali seperti semula. Kini Dira yang aku
kenal sudah kembali. Dalam hati,, aku tersenyum lega karena akhirnya dia
kembali ceria seperti dulu lagi. Tapi,, masih ada satu hal yang membuatku
bingung,, mengapa dia bergaul dengan anak-anak berandalan itu.
Hari ini cukup
seminggu aku dan Dira tidak saling bicara. Seperti hari-hari kemarin,, aku
berusaha datang dua menit sebelum pelajaran dimulai,, agar aku tidak banyak
waktu ketemu dengan Dira. Aku masih belum bisa menerima sikapnya terhadapku
malam itu. Aku nggak akan memaafkannya sebelum dia menjelaskan semuanya
kepadaku. Aku pun masuk ke kelas sambil terus menunduk. Dari jauh,, sudah
terlihat bu Lia sang wali kelasku berjalan menuju kelasku.
“Teeeng…Teeeng…
”suara bel pertanda istirahat dimulai. Aku merapikan buku-buku di mejaku dan
memasukkannya ke dalam tas. Aku bergegas berdiri menuju kantin,, dan segera
menjauh dari Dira. Tapi seketika langkahku terhenti. Aku merasa seseorang
sedang memegang lenganku,, dan menghalangiku untuk pergi. Aku segera berbalik
dan melihat tangan siapa itu. Tapi sekali lagi,, aku dikejutkan oleh Dira.
Ternyata tangan tersebut adalah milik Dira.
Tiba-tiba dia
mulai bersuara “Lan.. sampai kapan sih,, kamu terus-terusan marah dan menjauh
dariku?” tanyanya tanpa rasa bersalah sedikitpun. “Menurutmu..?” Seruku dengan
nada tinggi. “Lan.. aku minta maaf soal kejadian malam itu. Aku benar-benar
nggak tahu mau ngelakuin apa lagi”, katanya dengan muka murung. Aku segera
duduk kembali di mejaku. Ku pandangi dia dengan saksama. Aku bisa merasakan,,
dibalik keceriaannya.. ada luka mendalam yang sedang dirasakan Dira. Aku tak
mengeluarkan sepatah katapun,, dan menunggunggunya memberikan penjelasan.
“Lan…
sebenarnya,, aku… aku.. ngelakuin semua ini karena aku kecewa dengan sikap mama
dan papaku. Mereka tidak pernah mempedulikanku. Mereka egois. Mereka hanya
mementingkan pekerjaan mereka”,, Jelasnya dengan terbata-bata sambil menangis.
Keceriaannya telah berubah menjadi kesedihan. Akkupun tak bisa berkata apa-apa
lagi. “Ketahuilah,, aku sangat iri denganmu. Beberapa minggu lalu aku sempat
sakit. Tapi,, mereka tak pernah memperdulikanku. Mereka hanya menyuruh mbok Ati
yang merawatku. Di suatu malam,, aku berencana ke rumahmu. Tapi ketika hendak
mengetuk pintu,, aku mendengar kamu sedang tertawa bareng dengan mama dan
papamu. Jujur ,,saat itu hatiku tambah sakit. Aku pun berniat pulang ke rumah.
Tapi di ujung kompleksmu,, aku bertemu dengan anak-anak yang sedang
mabuk-mabukan. Mereka membujukku,, katanya dengan mabuk-mabukan semua masalah
dapat terselesaikan. Akupun menerima ajakan mereka. Aku nggak peduli lagi
dengan sekolahku,, sampai kamu melihatku seminggu lalu sedang mabuk-mabukan
bersama mereka. Aku nggak ingin kamu membencinku,, makanya aku memutuskan untuk
kembali ke sekolah” Sambungnya.
Air mataku tak
bisa dibendung lagi. Aku pun ikut menangis mendengar cerita Dira. “tapi..
sekarang aku sudah kembali seperti dulu kok. Mamaku sudah memutuskan untuk
tidak bekerja lagi,, dan memilih mengawasiku di rumah. Merek syok ketika
mendengar kabar dari kepala sekolah,, bahwa sudah seminggu aku nggak terlihat di
sekolah.”Katanya sambil menghapus air matanya.
Aku lega
mendengar penjelasan Dira. Akupun langsung memeluknya,, dan menghilangkan kesepianku
selama beberapa hari terakhir ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar