Senin, 26 Desember 2011

Cerita Pendek (Cerpen)


 FRIENDSHIP

“Tiiing….Tiiing…Tiiing...” terdengar suara alarm yang membangunkanku dari tidurku. Kulirik jam yang ada di dinding kamarku yang menunjukkan pukul 06.00 WITA. Suara  kendaraan juga sudah mulai terdengar lalu-lalang di jalan. Aku buka jendela kamarku. Kufokuskan pandanganku pada matahari yang perlahan-lahan muncul dari barat dengan silaunya,, yang memancarkan suatu keajaiban dan telah megubah langit yang tanpak gelap menjadi lebih cerah.
Matahari tersebut seakan-akan menyapaku dan memberikan kehangatan di pagi ini. Angin yang bertiup sepoi-sepoi seakan-akan membisikkan puisi yang indah di telingaku. Pepohonan di halaman juga seakan-akan menyanyikan lagu yang merdu untukku.
Namaku Lani Meliza Putri. Biasa dipanggil Lani. Umur aku 16 tahun. Hari ini merupakan hari pertamaku sekolah di SMA NUSA WIJAYA. Sekolah baruku ini merupakan salah satu sekolah yang terkemuka di Makassar. Aku bergegas mandi dan berpakaian rapi. Make-Up dengan bedak tipis dan pake Lip-Ice yang buat bibirku Gag kering. Kusisir rambut hitamku yang panjang dengan rapi,, agar kelihatan lebih manis. Dan kupakai Sepatu hitam kesayanganku.
”Wahh…. Lumayan manis …” Pujiku  sambil meperhatikan pantulan gambar diriku dicermin dengan senyum tipis. Aku berlalu meninggalkan kamar dan segera mencari sosok mamaku.“Ma… Lani berangkat dulu yah…”Teriakku mencari sosok keberadaan mamaku. “Iya.. hati-hati yah nak…Kamu berangkat sana,, mama lagi Sibuk di dapur”…Jawab mama. Akupun segera berangkat tanpa menemukan sosok mamaku.
Aku berjalan tergesa-gesa menuju mading sekolah. Di sekitar mading sudah terlihat beberapa anak baru yang berkerumunan dan sedang mencari-cari namanya. Aku bergabung dengan kerumunan tersebut,, dan kucari namaku di beberapa lembar kertas yang tertempel di mading. “nah ini dia,, Kelas X5”,, seruku ketika kulihat namaku tertera di salah satu kertas yang berisi nama-nama siswa kelas X5.
Aku berjalan mengelilingi sekolah sekaligus mencari kelasku. Tak sabar ingin merasakan belajar di sekolah yang kata orang sangat populer ini. Tiba-tiba Mataku tertuju ke salah satu ruangan yang berada tepat di samping kantin. Tidak salah lagi,, ruangan tersebut adalah kelas X5,, yang merupakan kelas baruku.
Tanpa pikir panjang,, Aku segera masuk ke kelas dan mencari bangku kosong. Tiba-tiba mataku tertuju pada bangku di bagian kedua. Aku segera menyimpan tas beserta buku-bukuku di meja tersebut. Kulihat bangku disampingku sudah diisi oleh seorang gadis cantik dengan rambut panjangnya yang agak kemerah-merahan.
Beberapa menit kemudian,, semua anak X5 sudah berkumpul di kelas. Aku pun mulai menyapa gadis cantik di sebelahku yang sedari tadi sedang asyik membaca novel.  “Hai… namaku Lani”, sambil mengulurkan tanganku pertanda salam perkenalan. “Aku Dira”, katanya sambil tersenyum tipis dan membalas mengulurkan tangannya. Tiba-tiba seorang wanita separuh baya dengan kemeja merah dan jilbab merahnya memasuki ruangan kami. Tidak salah lagi,, ini pasti wali kelasku.
5 Bulan telah berlalu,, persahabatanku dengan Dira pun semakin akrab. Walaupun persahabatan kami baru berumur 5 bulan,, tapi kami merasa persahabatan kami sudah terjalin selama beberapa tahun. Sejak mengenal Dira,, di kamusku nggak ada lagi kata sedih. Dira yang selalu ceria,, mengajarkanku untuk selalu tertawa dan melupakan semua kesedihan.
Suatu hari,, aku melihat sikap Dira berbeda dari biasanya. Dia berjalan menuju kelas dengan langkah sempoyongan. Wajahnya tampak pucat. Kantung matanya terlihat cekung dengan rambut yang dibiarkan kering dan tergerai kusut. Sepanjang perjalanan dia hanya menunduk dan tak menoleh sambil berusaha menyembunyikan wajahnya yang memucat.
“Dir… kmu kenapa..?” Tanyaku. “Nggak apa-apa kok,, cuman aku kelelahan saja”, jawabnya sambil terus membaca novelnya. Aku mencoba menghiburnya,, dan membujuknya untuk menceritakan masalahnya. Tapi hasilnya nihil,, dia tetap diam membisu sampai akhirnya pelajaran dimulai.
“Teeng… Teeng…” Suara bel istirhat. Semua siswa pun langsung menuju kantin yang berada di sebelah kelasku. Sekarang,, yang tersisa hanya aku dan Dira. Aku masih heran dengan tingkah laku Dira hari ini. Aku terus memandanginya,, mencoba menerka-nerka kejadian apa yang menimpanya semalam sampai-sampai sikapnya berubah drastis kayak begini. “Sampai kapan kamu pelototin aku kayak begitu?” Selanya sambil memandang sinis ke arahku. “Ra… kamu kenapa sih.. hari ini kamu kelihatan sangat aneh. kalau kamu punya masalah,, jangan disimpan sendiri dong”, bujukku. “Sudahlah Lan… kamu juga nggak akan pernah mengerti masalahku”, jawabnya sambil berlalu dari hadapanku.
Esoknya,, sikap Dira makin bertambah aneh. Dira si ceria kini berubah menjadi Dira yang pemurung. Aku makin bingung dengan sifat Dira yang semakin menjadi-jadi. Sepulang sekolah,, akupun berniat mengikuti Dira. Tapi ditengah jalan,, aku kehilangan jejaknya. Dia menghilang kayak hantu. Aku pun memutuskan untuk ke rumah Dira,, siapa tahu Dira sudah pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah Dira,, pembantu Dira (mbok Ati) membukakan pintu untukku. “Mbok… Diranya Ada..?” tanyaku. “Non Dira belum pulang. Beberapa hari ini,, dia sering pulang malam non”, jelas Mbok Ati. 
Aku kaget mendengar penjelasan Mbok Ati. Nggak biasanya Dira seperti ini. Esoknya,, aku berencana untuk menanyakan hal ini sama Dira. Aku berusaha datang sepagi mungkin. Satu-persatu teman kelasku berdatangan. Tapi,, Dira tak kunjung tiba. Kulirik jam di tanganku,, sudah menunjukkan pukul 07.10. Semua siswa X5 sudah datang,, kecuali Dira. Aku tambah cemas. Sampai pelajaran dimulai pun batang hidung Dira tak juga terlihat.
Sudah seminggu ini aku nggak mendengar kabar dari Dira. Sudah seminggu dia nggak masuk sekolah. Aku sudah berkali-kali menghubungi teleponnya,, tapi tetap nggak aktif. “Dira.. kamu kemana sih”, batinku. Aku semakin khawatir dengan keadaan Dira. Ada firasat buruk yang aku rasakan.
Malam ini aku ingin mencari udara segar,, menghilangkan stress karena Dira yang menghilang tanpa kabar. Aku berjalan mengelilingi kompleks. Di ujung kompleks,, tiba-tiba aku melihat beberapa berandalan sedang berpesta dengan meminum minuman keras. Aku segera berniat pulang kerumah,, sebelum dilihat oleh anak-anak berandal ini. Tapi langkahku terhenti seketika,, ketika kulihat sosok salah satu gadis mereka.
Betapa kagetnya aku,, setelah aku tahu gadis tersebut adalah Dira sahabatku. Aku mencoba memejamkan mataku sejenak,, dan berharap yang kulihat ini hanyalah alusinasi karena kekangenanku sama Dira. Perlahan-lahan,, aku membuka mataku kembali. Tapi ini benar-benar nyata,, dia benar-benar Dira.
 Kuberanikan diriku mendekati mereka dan meminta penjelasan Dira. Seketika aku melihat ekspresi Dira berubah. Sebelum mendapatkan penjelasan darinya,, dia sudah terlebih dahulu memaki-makiku dan mengusirku dari tempat itu. Tatapannya sangat sinis,, sehingga membuatku ketakutan. Aku segera berlari sekencang-kencangnya,, dan menjauh dari mereka. Air mataku jatuh perlahan-lahan. Aku tak percaya Dira bisa sekasar itu kepadaku.
Dua hari kemudian,, kulihat Dira sudah masuk sekolah lagi. Tapi,, perbuatannya malam itu masih terus terngiang-ngiang di kepalaku. Hari ini,, aku mencoba untuk menjauh dari Dira. Selama pelajaran berlangsung,, kami tidak saling bicara. Tapi yang membuatku heran,, sikapnya sudah kembali seperti semula. Kini Dira yang aku kenal sudah kembali. Dalam hati,, aku tersenyum lega karena akhirnya dia kembali ceria seperti dulu lagi. Tapi,, masih ada satu hal yang membuatku bingung,, mengapa dia bergaul dengan anak-anak berandalan itu.
Hari ini cukup seminggu aku dan Dira tidak saling bicara. Seperti hari-hari kemarin,, aku berusaha datang dua menit sebelum pelajaran dimulai,, agar aku tidak banyak waktu ketemu dengan Dira. Aku masih belum bisa menerima sikapnya terhadapku malam itu. Aku nggak akan memaafkannya sebelum dia menjelaskan semuanya kepadaku. Aku pun masuk ke kelas sambil terus menunduk. Dari jauh,, sudah terlihat bu Lia sang wali kelasku berjalan menuju kelasku.
“Teeeng…Teeeng… ”suara bel pertanda istirahat dimulai. Aku merapikan buku-buku di mejaku dan memasukkannya ke dalam tas. Aku bergegas berdiri menuju kantin,, dan segera menjauh dari Dira. Tapi seketika langkahku terhenti. Aku merasa seseorang sedang memegang lenganku,, dan menghalangiku untuk pergi. Aku segera berbalik dan melihat tangan siapa itu. Tapi sekali lagi,, aku dikejutkan oleh Dira. Ternyata tangan tersebut adalah milik Dira.
Tiba-tiba dia mulai bersuara “Lan.. sampai kapan sih,, kamu terus-terusan marah dan menjauh dariku?” tanyanya tanpa rasa bersalah sedikitpun. “Menurutmu..?” Seruku dengan nada tinggi. “Lan.. aku minta maaf soal kejadian malam itu. Aku benar-benar nggak tahu mau ngelakuin apa lagi”, katanya dengan muka murung. Aku segera duduk kembali di mejaku. Ku pandangi dia dengan saksama. Aku bisa merasakan,, dibalik keceriaannya.. ada luka mendalam yang sedang dirasakan Dira. Aku tak mengeluarkan sepatah katapun,, dan menunggunggunya memberikan penjelasan.
“Lan… sebenarnya,, aku… aku.. ngelakuin semua ini karena aku kecewa dengan sikap mama dan papaku. Mereka tidak pernah mempedulikanku. Mereka egois. Mereka hanya mementingkan pekerjaan mereka”,, Jelasnya dengan terbata-bata sambil menangis. Keceriaannya telah berubah menjadi kesedihan. Akkupun tak bisa berkata apa-apa lagi. “Ketahuilah,, aku sangat iri denganmu. Beberapa minggu lalu aku sempat sakit. Tapi,, mereka tak pernah memperdulikanku. Mereka hanya menyuruh mbok Ati yang merawatku. Di suatu malam,, aku berencana ke rumahmu. Tapi ketika hendak mengetuk pintu,, aku mendengar kamu sedang tertawa bareng dengan mama dan papamu. Jujur ,,saat itu hatiku tambah sakit. Aku pun berniat pulang ke rumah. Tapi di ujung kompleksmu,, aku bertemu dengan anak-anak yang sedang mabuk-mabukan. Mereka membujukku,, katanya dengan mabuk-mabukan semua masalah dapat terselesaikan. Akupun menerima ajakan mereka. Aku nggak peduli lagi dengan sekolahku,, sampai kamu melihatku seminggu lalu sedang mabuk-mabukan bersama mereka. Aku nggak ingin kamu membencinku,, makanya aku memutuskan untuk kembali ke sekolah” Sambungnya.
Air mataku tak bisa dibendung lagi. Aku pun ikut menangis mendengar cerita Dira. “tapi.. sekarang aku sudah kembali seperti dulu kok. Mamaku sudah memutuskan untuk tidak bekerja lagi,, dan memilih mengawasiku di rumah. Merek syok ketika mendengar kabar dari kepala sekolah,, bahwa sudah seminggu aku nggak terlihat di sekolah.”Katanya sambil menghapus air matanya.
Aku lega mendengar penjelasan Dira. Akupun langsung memeluknya,, dan menghilangkan kesepianku selama beberapa hari terakhir ini.
Karya : 
Nurul Mukhlisa Safar
SMA Negeri 11 Makassar

Catatan : Cerpen ini saya buat pada April 2010 yang lalu sewaktu masih di kelas 2 SMA sebagai tugas bahasa Indonesiaku. thanks to my teacher "Mr. Muslimin Marwas" for guidance.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar